Suara Anak Nagari, Sumatera Barat

Mari bangkit basamo dan berbuat yang terbaik untuk pemenuhan hak-hak masyarakat korban bencana G 30 S 2009 Sumatera Barat, Anak Nagarilah ujung tombak perjuangan dan harapan rakyat ada dipundakmu...

The Great for Sumbar

Apo Kaba Dunsanak...???

Semoga blog ini dapat menjadi media untuk mengkomunikasikan kepada anda semua masyarakat Sumatera Barat, Indonesia dan Dunia Internasional, tentang realitas penangan kebencanaan Sumatera Barat, agar dapat menjadi bahan referensi bagi kita semua dalam menghadapi persoalan-persoalan kebencanaan di kemudian hari..

Kami berharap dapat menyajikan progress pembangunan karakter Anak Nagari Ranah Minang, bangkit mandiri untuk memperjuangkan hak-haknya..

Rabu, 03 November 2010

Tsunami Hancurkan Mentawai

Tsunami Hancurkan Mentawai
Akankah penanganannya akan lebih baik dari pengalaman tsunami sebelumnya..???


Berita duka mendalam datang dari Kepulauan Mentawai, gempa tektonik yang berada 78 Kilometer disebelah Pagai Selatan, Kepulauan Mentawai, telah mengakibatkan air bah menyapu daratan kepulauan yang terkenal keindahan panorama baharinya tersebut. Namun, penanganan terkesan lamban dan isu bencananya kalah tenar dengan Merapi di Pulau Jawa, mengakibatkan banyak nyawa berjatuhan karena terlambat mendapat pertolongan.

Keterbatasan alat transportasi dan cuaca yang tidak menentu selalu menjadi alasan pembenaran, bantuan dan relawan menumpuk di Sikakap. Menimbulkan sebuah pertanyaan besar bagi bangsa ini, apakah Negara yang besar ini tidak memiliki sumber daya yang mampu menembus ombak dan badai demi menyalurkan kebutuhan rakyatnya yang sedang ditimpa musibah…??? Mengapa pula strategi penanganannya cenderung diskriminatif dengan penanganan bencana Merapi di Pulau Jawa…??? Sehingga selalu melandaskan alasan keterbatasan penyaluran bantuan kemanusiaan ke wilayah yang menjadi bumpernya Pulau Sumatera tersebut, pada situasi dan kondisi badai, ombak, serta hujan…

Kepulauan Mentawai terletak disebelah barat pantai barat Sumatera, gugusan pulau-pulaunya tersusun berjejer berada diantara Selat Mentawai yang memisahkannya dengan Pulau Sumatera, atau yang secara administrative dengan Provinsi Sumatera Barat, dan menghadap ke Samudera Hindia. Letak geografis Kepulauan Mentawai ini, menjadikannya kepulauan yang memiliki sejuta pesona keindahan dan kedahsyatan ombaknya telah menobatkannya menjadi terbaik ketiga dunia yang memiliki ombak terindah dan menjadi daerah tujuan para peselancar professional kelas dunia untuk berselancar.

Tapi semua itu tinggal kenangan, karena pasca gempa berkekuatan 7,2 Skalarichter dan diikuti tsunami yang terjadi pada hari, Senin, 25 Oktober 2010, sekira pukul, 22.42 WIB, telah memporak-porandakan sebagian besar daratan Pagai Selatan dan Pagai Utara di kepulauan tersebut. Banyak nyawa berjatuhan, luka-luka, maupun kehilangan tempat tinggal, demikian juga halnya dengan korban selamat yang mengalami trauma mendalam.

Negara yang besar ini juga tidak mampu meminamilisir korban yang berjatuhan, hal tersebut diakibatkan tidak berfungsinya alat pendeteksi tsunami ( Early Warning System ) yang telah dibangun oleh pemerintah hasil donasi dari 5 Negara besar di Kepulauan Mentawai. Ironis sekali, ketika bencana tsunami tersebut belum menggulung daratan mentawai tersebut, alat yang diperkenalkan dengan kecanggihan dan berbiaya mahal itu, selalu dibangga-banggakan tanpa pernah dilakukan uji coba- uji coba, serta perawatan yang memadai, guna menjamin fungsi kerja alat tersebut.

Bencana yang sudah diprediksi oleh banyak pakar gempa jauh hari sebelum bencana yang sangat tidak diinginkan tersebut terjadi, telah mengakibatkan 427 nyawa melayang, 96 orang hilang, 70 orang luka berat (banyak juga korban luka berat yang terlambat mendapat pertolongan medis dan akhirnya meninggal dunia), 142 orang luka ringan, dan rumah yang rusak berat sebanyak 517 unit, serta 204 unit rusak ringan. Keterbatasan bantuan tenaga medis dan peralatan medis yang memadai untuk membantu
menolong penderitaan korban disana, harus menjadi konsentrasi serius dari semua pihak, utamanyaPemerintah Republik ini.

Layanan kesehatan, gizi, pangan, pakaian, tempat tinggal, air bersih, serta sanitasi lingkungan pengungsi, juga harus segera di fasilitasi oleh pemerintah dan melibatkan semua pihak, baik dalam maupun luar negeri, agar masyarakat korban bencana yang di prediksi 4000 orang berada dipenggungsian saat ini, terhindar
dari serangan penyakit yang sangat mungkin timbul akibat kondisi yang sangat memprihatinkan di tempat-tempat pengungsian dan berada ratusan kilometer ditengah lautan lepas.

Seiring dengan prediksi bencana gempa dengan kekuatan yang lebih besar, yang akan melanda sekitaran Pulau Siberut, yang telah dinyatakan oleh peneliti-peneliti kegempaan yang berkompeten, berdasarkan data statistic kependudukannya, total Jumlah Penduduk Kabupaten Kepulauan Mentawai, berjumlah 76.421 Jiwa, dengan rincian sebagai berikut :
1. Pagai Selatan : 8.871 Jiwa,
2. Sikakap : 9.550 Jiwa,
3. Pagai Utara : 5.132 Jiwa,
4. Sipora Selatan : 8.549 Jiwa,
5. Sipora Utara : 9.238 Jiwa,
6. Siberut Selatan : 8.475 Jiwa,
7. Siberut Barat Daya : 6.080 Jiwa,
8. Siberut Tengah : 7.794 Jiwa,
9. Siberut Utara : 7.794 Jiwa,
10. Siberut Barat : 6.751 Jiwa.
pemerintah harus memberikan perhatian lebih serius terhadap nasib ribuan masyarakat yang saat ini hidup dalam bayang-bayang bencana tersebut.

Masyarakat diwilayah tersebut kini terpaksa harus mengungsi setiap malamnya kedaerah yang lebih tinggi, ditempat para pengungsian masyarakat yang menjadi korban bencana tsunami 25 Oktober 2010 lalu itu, yang mengakibatkan mereka saat ini
hanya beraktifitas pada siang hari di rumah mereka. Banyak langkah-langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah, dengan menggunakan segala sumber daya yang dimiliki oleh Negara ini, yang diharapkan dapat memberikan jaminan keselamatan bagi
masyarakat mentawai, khususnya yang berada di zona merah bencana.

Jika kondisi seperti demikian dibiarkan terus berlanjut, akan berdampak pada korban jiwa yang mungkin dapat jatuh lebih banyak lagi saat bencana datang menerjang, maupun akibat dari kesehatan masyarakat yang terganggu akibat tidak memadainya fasilitas kesehatan dan sanitasi lingkungan pengungsian yang tidak sehat.
Sesuai pemantuan dari team KOTIB yang telah berada posko utama di Sikakap, Mentawai, sejak hari, Jum’at, 29 Oktober 2010, terdapat beberapa hal yang menjadi hasil identifikasi awal situasi, kondisi, dan permasalahan penanganan dalam masa tanggap darurat ini, antara lain :
1. Hujan dan Badai, menjadi penghalang dalam penyaluran bantuan kemanusiaan ke pulau-pulau kecil yang menjadi dampak terparah tsunami,
2. Hanya mengandalkan alat transportasi laut, mengakibatkan bantuan terlambat tersalurkan dan menumpuk di Sikakap, tanpa pernah mencoba jalur-jalur darat yang medannya dikenal sulit juga,
3. Tidak ada tempat tinggal yang memadai dilokasi bencana, mengakibatkan korban bencana tinggal di bawah tenda yang tidak memadai, karena angin laut yang kencang dan hujan deras yang terjadi terus-menerus sepanjang waktu ini,
4. Tidak adanya relawan yang stay di daerah pulau-pulau yang menjadi dampak terparah, akibatnya relawan menumpuk di Sikakap dan tak mampu memberikan peran yang maksimal kepada masyarakat korban bencana, diakibatkan para relawan selalu pergi di pagi hari dan menjelang sore harinya akan segera kembali lagi ke Sikakap.

Masyarakat yang saat ini mengalami trauma yang mendalam atas situasi yang menimpanya, sangat membutuhkan banyaknya relawan-relawan psikolog untuk memberikan penguatan dan membantu masyarakat dari penderitaan psikis yang dialaminya. Demikian juga halnya dengan tenaga kesehatan dan fasilitas-fasilitas kesehatan, serta obat-obatan yang memadai bagi pemulihan kesehatan korban becana tsunami tersebut. Diluar kedua hal tersebut, masyarakat korban saat ini juga sangat membutuhkan :
1. Susu dan Nutrisi bayi,
2. Pakaian dan Selimut,
3. Tenda, atau akan lebih baik lagi bagi kesehatan masyarakat korban bencana, jika mereka segera kembali kerumah, ataupun setidak-tidaknya hunian sementara yang lebih layak untuk kesehatan mereka, karena kencangnya angin laut.
4. Alat transportasi yang sangat memadai.
Baiknyalah kita tidak mengeluarkan air mata ‘buaya’ saat bencana telah menghantam, seperti yang ditunjukkan oleh para pemimpin negeri ini, tapi baiklah kita melakukan refleksi terhadap tanggung jawab yang harus dilakukan secara konstrukstif sebelum bencana terjadi, sehingga dapat meminamilisir dampak dari bencana. Keasadaran ini harus disebarluaskan kepada setiap masyarakat kita, khususnya yang mendiami daerah-daerah yang rawan benacana gempa bumi, tsunami dan merapi, juga seluruh masyarakat Indonesia agar menerapkan pola hidup yang mencerminkan kearifan dalam menjaga keseimbangan hidup antara manusia dan alam.

With Love,
Anthony E S


Untuk korban becana tsunami Mentawai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar